Rabu, 28 Mei 2014

Bersantai Di Nicole's Kitchen And Lounge




Berlibur di Puncak sambil bersantai, tidak ada salahnya mencoba mengunjungi Nicole’s Kitchen & Lounge di Puncak. Well, kalau dipikir, bukan di Jakarta saja Anda bisa nongkrong puas sambil menikmati secangkir kopi maupun merasakan segarnya segelas orange juice di cafe. Jika kebetulan Anda mengunjungi Puncak dan ingin melepas lelah sambil makan dan minum serta menikmati pemandangan, cobalah untuk sesekali berkunjung ke Nicole’s Kitchen & Lounge. Dijamin, Anda pasti menyukainya
Nicole’s Kitchen & Lounge memang bisa dikatakan merupakan tempat yang menarik bagi Anda yang doyan nongkrong sambil menikmati keindahan alam. Cafe cantik yang penuh kaca ini juga bisa membuat Anda menyaksikan cantiknya pegunungan, dan bagi Anda yang menyukai suasana indoor, Anda juga bisa melihat indahnya langit dari kaca diatas cafe. Cukup menarik, bukan? Soal makanan dan minuman, tidak perlu ragu untuk menemukan menu yang menarik disini. Mulai dari orange juice, sampai menu-menu menarik lainnya seperti Grill BBQ Chicken Steak, Sausages Platter, dan menu lainnya siap terhidang di meja Anda. Harga untuk makanan maupun minuman disana juga termasuk terjangkau.
Mungkin salah satu hal yang menarik bagi saya adalah dominasi kaca yang terletak di cafe ini. Ya, tempat yang full glass ini memang menyajikan suasana yang berbeda. Melihat segalanya dari beningnya kaca memang merupakan hal yang pasti tidak akan terlupakan. Kalau bicara soal foto, dijamin penuh Anda pasti senang mengabadikan tempat ini untuk kenang-kenangan Anda, baik dengan kamera profesional maupun kamera handphone. Menarik sekali, bukan?
Satu lagi, saran saya jika Anda ingin menikmati dengan penuh asyiknya nongkrong sambil menikmati indahnya alam, lebih baik Anda memilih suasana di malam hari. Selain tidak ada panas yang menyengat kulit, pemandangan langit malam begitu indah untuk dilihat, baik melalui kaca jendela di dalam cafe maupun jika Anda memilih untuk duduk diluar cafe. Penasaran kan? Kunjungi saja Nicole’s Kitchen & Lounge di Kampung Brasco Factory Outlet. Alamatnya di Jl. Kampung Hanjawar No.1 Desa Palasari, Cipanas, Cianjur, Jawa Barat.


nama : Amelia rizka pratiwi
npm : 13211407 (3ea14)

gokana teppan

GOKANA TEPPAN

Sebenarnya sudah sekitar dua bulan yang lalu saya makan di Gokana Teppan, namun baru sempat saya buat ulasannya sekarang. Gokana Teppan merupakan restoran siap saji yang menyajikan beragam makanan Jepang. Menurut saya, rasanya lebih enak dan menu yang ditawarkan lebih banyak dari pada restoran sejenis. Menu yang saya coba saat itu adalah paket gokana 2, paket gokana 6 dan tempura miso ramen. Namun yang kurang enak adalah mie ramennya, menurut saya rasanya kurang gurih, lebih enak rasa mie instan biasa. Oh ya, rasa makanan di Gokana Teppan mengingatkan saya akan rasa makanan di Platinum. Ternyata Platinum dan Gokana Teppan masih 1 grup perusahaan, jadi tidak heran kalau rasanya serupa. Harga makanan di Gokana Teppan cukup terjangkau. Harga paket gokana 2 Rp. 23.636,-, paket gokana 6 Rp. 30.909,- sedangkan untuk tempura miso ramen Rp. 32.727,-.

nama : Amelia rizka pratiwi
npm  : 13211407(3ea14)

TEMPAT MAKAN Bong Kopitown

Tempat Makan Bong Kopitown

Bong Kopitown adalah restoran dengan interior penjara pertama di Indonesia yang didirikan oleh pebisnis, pembicara, dan juga motivator populer asal Indonesia, Bong Chandra. Keunikan dari restoran ini terlihat dari segi interiornya yang terinspirasi dari sebuah kisah 2 orang sahabat di Hongkong bernama Bong dan Kim. Seperti apa kisahnya?
Suatu hari Kim harus mendekam di penjara karena melakukan kesalahan yang konyol. Karena kesetiakawanannya, Bong mencoba menemani Kim di penjara dengan melamar sebagai koki. Namun karena makanannya yang enak, banyak narapidana yang sudah waktunya dibebaskan, justru meminta perpanjangan masa tahanan. Pada akhirnya pemerintah pun menutup penjara tersebut dan mengubahnya menjadi restoran Bong Kopitown dengan tagline The Happiest Prisoner on Earth.
Tak hanya interior, para waiter pun menggunakan baju narapidana dengan piring dan gelas yang biasa kita jumpai di penjara.
Bong Kopitown memiliki menu khas peranakan dari Singkawang, Pontianak, Medan, Singapore, dan Penang. Semua menu diolah secara handmade (bukan frozen food). Menu favoritnya adalah Nasi Penjara, Bakmie singkawang, Bakmie Medan, dan Bakmie Pontianak. Selain itu Bong Kopitown juga menyediakan Crab Noodle, Bong Chicken Curry, Penang Fried Noodle, Nasi Tim Jakarta, Grandma Porridge (bubur ala kaisar china), dan Singapore Laksa noodle. Range harga makanan di Bong kopitown sangat terjangkau hanya Rp 23.000 - Rp 30.000.
Sementara itu untuk minuman, Bong Kopitown juga menyediakan Kopi Tetes, Lychee Ice Tea, Ambulan Jus, Jus Kedongdong, Manggo Ice Shaved, Soya Milk, Yin Yang (teh dicampur kopi), dan Avocado Coffee. Range harga untuk minuman sekitar Rp 15.000 - Rp 35.000. Bong Kopitown yang ada di Summarecon Mal Bekasi ini merupakan cabang ke-5.
Saya pun sudah datang kesini dan pernah mencobanyaa. bagus banget untuk nongkrong dan harga nya cukup terjangkau … selamat mencoba J

                                                                                                                                                                                           
Nama : Amelia rizka pratiwi

Npm  :13211407 (3ea14)

CERITA PENDEK SOFTSKILL


PERSAHABATAN

Waktu itu, menjelang penerimaan siswa baru. Aku yang baru saja lulus Sekolah Dasar (SD) tentu saja ingin sekali melanjutkan sekolahku ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi yaitu SMP. Sungguh tak sabar rasanya untuk segera mengetahui bagaimana berada pada sekolah baru dengan seragam baru, sepatu baru, tas baru, dan tentunya teman-teman baru. Aku yakin setiap anak ingin melanjutkan sekolahnya pada sekolah favorit yang ada termasuk aku. Itu sebabnya aku memilih salah satu sekolah paling favorit di kotaku.
Yaa, ketika aku mendaftarkan diri, terlihat banyak sekali anak-anak lain yang sedang mendaftar pada sekolah yang sama. Ada yang bersama orangtuanya, ada juga yang bersama kakaknya, atau mungkin pamannya. Namun aku hanya pergi bersama adik kandungku yang juga satu angkatan denganku.
Setelah pendaftaran ditutup, ada sekitar lebih dari 500 orang yang mendaftar pada sekolah itu dengan tampungan sekitar 250 orang siswa baru. Artinya setengah dari jumlah pendaftar akan tersisih atau tidak diterima sebagai siswa pada sekolah paling favorit di kotaku itu. Persaingan akan sangat ketat hanya untuk bisa mendapatkan satu dari 250 bangku yang disediakan. Hal ini tidak membuat semangatku dan adikku memudar. Kami justru menanggapi hal ini sebagai ajang adu kecerdasan juga keberuntungan.
Tiga hari menjelang test, aku dan adikku tanpa henti belajar bersama. Mulai dari membaca buku-buku berisi latihan soal sampai kumpulan soal ujian yang dibelikan oleh kakak kami tidak satu pun terlewatkan. Alhasil, setelah hari pertama test telah tiba, meski berada pada ruangan yang berbeda, aku dan adikku dapat melewatinya dengan biasa saja. Begitupun hari kedua dan hari ketiga sampai pada akhirnya surat pengumuman atas penerimaan siswa baru dikirimkan pada orangtua calon siswa. Dan yaa, usaha dan pengorbanan yang aku dan adikku lakukan berbuah manis. “LULUS” adalah inti dari surat yang diterima oleh orangtuaku. Hal itu tentu membuat kami sangat senang, betapa tidak, 250 anak tersingkir oleh kami dan kami siap melewati hari-hari di sekolah baru juga favorit dengan status Sekolah Standar Nasional (SSN) pertama pada saat itu.
Disinilah awalnya aku mengenal pemilik nama Ricky Ferdian. Seorang anak yang terlahir dari rahim ibu penjual pisang goreng dengan ayah yang bekerja sebagai buruh bangunan. Ia tidak lain adalah teman kelas sekaligus teman sebangkuku. Ia tidak seperti anak lainnya yang menggunakan perlengkapan sekolah serba baru. Tidak seperti teman-teman yang lain, tidak juga seperti aku. Dia hanya mengenakan sepatu baru berwarna hitam polos.
Hari itu kami mulai saling cerita tentang pribadi masing-masing. Hari demi hari semakin mendekatkan hubungan kami berdua, sampai akhirnya aku tahu seluk beluk keluarganya. Apa yang tidak pernah diceritakan kepada teman sebaya lainnya diceritakan kepadaku. Setidaknya itulah kejujurannya padaku saat itu. Segala hal yang diceritakan Ricky kepadaku selalu kusampaikan kepada orangtuaku. Aku meceritakan semuanya dengan harapan agar orangtuaku dapat sedikit membantunya dalam meringankan setiap beban yang ia dan keluarganya tanggung. Cerita dan terus mengulang cerita yang sama tentang dia.
Suatu malam, ketika aku kembali mengulang cerita yang sama tentang kehidupan Ricky dan keluarganya dimana ceritaku masih disertai dengan harapan yang sama agar orangtuaku menerimanya sebagai saudara angkatku yang nantinya tinggal bersama kami. Entah karena bosan atau kasihan, orangtuaku mengabulkan harapanku untuk menjadikan Ricky sebagai saudara angkatku dan tinggal bersamaku. Saat itu, aku tidak sabar menantikan pergantian malam menjadi pagi karena hanya pagi lah yang akan mempertemukan aku dengannya. Betapa tidak, tempat tinggalku dan Ricky berjarak sekitar 6 km, jarak yang lumayan jauh untuk ditempuh oleh anak seusiaku terlebih ditempuh dengan berjalan kaki. Kenyataan itulah yang membuatku hanya bisa bertemu dengannya pada saat pagi, dan itu terjadi ketika jam sekolah telah tiba.
Malam semakin larut, suara hewan malam dan detik jam semakin jelas terdengar namun mataku sepertinya enggan tertutup. Mungkin karena penantianku akan datangnya pagi menjadi penyebab utama atas apa yang kurasa. Seperti yang aku tahu bahwa segala yang kita nantikan selama menyangkut hal membahagiakan, pasti akan lama terasa. Sementara jika kita tak mengharapkan datangnya satu hari yang kiranya tidak baik untuk kita jalani, itu sepertinya terasa sangat cepat berganti. Senyum.. senyum.. dan senyumlah yang aku lakukan sambil menantikan diriku larut dalam lelapnya tidur.
“Nak.. Nak.. Bangun.. kamu harus sekolah!!”. Kata itu terdengar sekaligus menyadarkan aku bahwa semalam aku telah tertidur dalam senyuman. Tanpa berlama-lama, aku bergegas angkat badan dari kasur dan merapikan tempat tidurku lalu mandi. Setelah itu, aku kenakan seragam sekolah dan di luar sudah ada kakakku yang siap mengantarkan aku dan adikku menuju sekolah. Setelah pamit pada orangtuaku, kami berangkat bersama kakaku. Dalam perjalanan, aku selalu berharap untuk segera tiba di sekolah agar bisa langsung menyampaikan kabar bahagia kepada Ricky.
10 menit kemudian, sampailah aku dan adikku di sekolah. Tanpa banyak bicara, aku dan adikku pamit kepada kakakku lalu bergegas menuju kelas. Sesampai di kelas, aku tidak melihat Ricky ada disana. Awalnya aku berfikir kalau ia sedang berada di luar kelas tapi setelah aku periksa bangkunya, aku tidak melihat tas yang sering dipakainya. Apakah Ricky tidak masuk sekolah ataukah ia memang belum datang?. Pertanyaan itu selalu menjadi satu-satunya hal yang terlintas dalam benakku. “Teeeet… Teeeet…” sampai bel sekolah pertanda masuk kelas berbunyi, Ricky belum juga terlihat. Kini aku sudah di dalam kelas, hari ini sepertinya aku duduk seorang diri tanpa Ricky di sampingku. Sedih rasaya karena harus menunda penyampaian kabar baik yang aku bawakan kepadanya. Tapi aku tidak bisa berbuat banyak, hanya mencoba menerima ketidakpastian yang ada. Seperti biasa, sebelum pelajaran pertama dimulai, terlebih dahulu para siswa dibiasakan berdoa secara bersama-sama. Doa selesai kami baca, para siswa dan siswi akan segera di absen oleh guru sementara Ricky belum juga terlihat.
Satu per satu nama mulai dibacakan. Dan seingatku, namaku berada pada urutan 26 dan Ricky berada pada urutan 34 dari keselurahan murid yang ada di kelasku yaitu 39 orang. Sebentar lagi giliran namaku disebutkan oleh guru, tetap saja Ricky belum terlihat. Hal itu membuatku beranggapan bahwa Ricky tidak masuk sekolah hari ini. Tiba-tiba, sebelum namaku disebutkan, suara salam terdengar dari balik pintu kelasku. Suara itu tidak asing bagiku, dan ternyata memang iya. Suara salam itu berasal dari Ricky. Hari itu ia terlambat masuk kelas dengan alasan terlambat bangun. Alasan yang biasa diungkapkan oleh siswa siswi pada umumnya. Guruku tidak mempermasalahkan itu dan segera mempersilahkan Ricky duduk di bangkunya yang berada tepat di sampingku. Hati yang gelisah kita tidak lagi gelisah, rasa khawatir kini tersingkir dan kabar baik dariku akan segera diketahui oleh Ricky.
Aku melihat wajah Ricky terlihat sedikit memerah sesaat sebelum ia duduk di bangkunya, mungkin karena ia malu dengan keterlambatan dirinya masuk kelas. Belum sempat aku sampaikan kabar baik dariku kepadanya, ia terlebih dahulu menceritakan alasan keterlambatanya yang sebenarnya. Mendengar alasan itu, aku tanpa sadar tertawa lantang sementara ada guru yang sedang menyampaikan pelajaran. Betapa tidak, Ricky bercerita kepadaku bahwa ia terlambat masuk kelas bukan karena ia telat bangun, tapi karena di tengah perjalanan ia tiba-tiba sakit perut dan memilih kembali ke rumah untuk membuang “sesuatu” yang menjadi penyebab sakit perutnya itu. Aku masih saja tertawa membayangkan apa yang dilakukan Ricky, dan “Nicky, maju kamu!!”. terdengar nada sedikit keras dari guruku. Serentak suasana kelas menjadi sunyi bagaikan kuburan di malam hari. Aku yang merasa takut dengan jantung berdetak kencang akhirnya melangkahkan kaki memenuhi permintaan guruku.
Setelah aku berada tepat di hadapannya, aku langsung ditanya tentang alasanku tertawa. Setiap pertanyaan dari guruku itu aku jawab dengan apa adanya. Ternyata guruku pun ikut tertawa setelah mendengar jawaban dariku, kemudian ia berkata kepada Ricky untuk tidak lagi berbohong dan menghargai keberanianku untuk berkata jujur kepadanya meski berada di bawah tekanan. Aku pun dipersilahkan kembali ke tempat dudukku. Tak lama berselang bel tanda istirahat pun berbunyi.
Inilah saatnya menyampaikan kabar baik kepada Ricky. Sambil berjalan menuju kantin sekolah, aku dan Ricky kembali membahas kejadian di dalam kelas tadi. Canda tawa dan lebihnya cerita membuat kami semakin menggila. Dan tiba sudah kami di kantin sekolah, aku memesan beberapa makanan dan minuman. Aku sengaja memesan cukup banyak agar bisa kunikmati bersama Ricky. Makanan dan minuman sudah di tangan, ku ajak Ricky duduk di taman dekat ruang BP sekolahku. Disana kami makan berdua, disana aku mulai bercerita tentang kabar yang kubawa. Ricky hanya terdiam ketika ia mengetahui kabar dariku. Ia termenung, ia menghentikan mulutnya yang sedang mengunyah makanan. “Kenapa Rick?” tanyaku kepadanya. “Kamu nggak mau?”, tanyaku lagi. “Bukan Nick, aku bukannya nggak mau. Tapi aku tidak terbiasa merepotkan orang lain”, jawabnya. “Kamu nggak merepotkan siapapun Rick, ini permintaanku dan orangtuaku tidak keberatan atas semua ini”, ucapku meyakinkan Ricky. Perbincangan singkat antara aku dan Ricky tidak merubah apapun. Ricky tetap memilih tinggal bersama keluarganya dan aku tetap dengan harapanku. Yaa, aku maklumi semuanya, sebab sehijau dan sesegar apapun rumput tetangga, jauh lebih enak rumput sendiri.
Bel tanda jam istirahat berakhir dan kami semua bergegas masuk ke dalam kelas masing-masing. Di dalam kelas, meskipun sedang dalam kegiatan belajar mengajar amun fikiranku melayang pada percakapan yang kami lakukan tadi. Sampai bel pertanda waktunya pulang berbunyi, percakapanku denga Ricky sepertinya masih melekat di kepala. Jalur rumah yang berbeda arah mengharuskan aku dan Ricky berpisah. Aku pulang bersama adikku menggunakan bemo, Ricky pulang bersama temanku yang kebetulan di jemput oleh orangtuanya dan rumah mereka pun searah.
Sesampai di rumah, aku dan adikku langsung makan tanpa mengganti pakaian seragam terlebih dahulu. Jawaban atas penawaranku terhadap Ricky belum aku sampaikan kepada orangtuaku. Aku memilih menyampaikannya nanti setelah aku menghabiskan makanan yang disediakan oleh ibuku. Tak sampai sepuluh menit lamanya, makaan yang disediakan ibu habis olehku. Aku dan adikku duduk sejenak setelah makan lalu ganti seragam. Jam dinding yang terpasang di ruang tamu menunjukkan jam 2 siang. Kulihat ayahku sedang duduk di teras depan sambil menghisap rok*k di tangannya. Perlahan aku mencoba mendekatinya, tujuanku jelas untuk mengabarkan jawaban Ricky atas tawaranku tadi pagi. “Yah, panas ya”, ucapku membuka percakapan. “Iya, kayaknya mau hujan” jawab ayahku. “Begini Yah, tadi aku sudah sampaikan ke Ricky tentang apa yang aku minta ke Ayah kemarin. Tapi Ricky lebih memilih tetap tinggal bersama keluarganya”, ucapku lagi dengan kata sedikit terbata. “Oww, kalau itu yang menjadi pilihannya dia, biarkan saja. Yang penting kamu sudah menyampaikan keinginanmu kepadanya” jawab ayah dengan sangat tenang.
Sejujurnya aku sangat ingin meminta satu hal lagi kepada ayah, tapi di sisi lain aku takut natinya ayah tidak mengabulkan permintaanku. Aku bingung dan semakin bingung. Di tengah kebingungan yang kurasa, entah apa yang membuat aku berani mengucapkan satu permintaan itu kepada ayah. Keberaniaan dan mental bicaraku pada saat itu muncul dengan sendirinya. Aku minta kepada ayahku untuk membantu Ricky agar ia bisa menyelesaikan sekolahnya bersamaku dan adikku. Kebingungan yang kurasakan sepertinya hilang dalam sejenak ketika ayah menyanggupi permintaanku. Satu syarat yang diminta ayah sebagai balasannya adalah aku harus rajin belajar. Aku pun berjanji padanya untuk selalu rajin belajar bahkan tanpa ragu aku berjanji untuk mencatatkan namaku pada 10 siswa dengan prestasi terbaik. Ayah hanya tersenyum mendengar setiap janjiku sambil ia mengelus rambutku.
Keesokan harinya, aku kembali bertemu Ricky di sekolah. Hari itu Ricky tidak lagi terlambat, justru ia datang lebih awal daripada aku dan adikku. Aku tidak mengabarkan tentang kesanggupan ayahku membantu Ricky untuk menyelesaikan sekolahnya. Aku memilih diam agar tidak ada yang kecewa dan dikecewakan kalau seandainya terjadi suatu yang tidak diharapkan kedatangannya. Tapi sesungguhnya ayahku lah yang membayar seluruh biaya sekolahnya.
Hari terus berganti, Juni berganti Juli, sampai waktu ujian semester I tiba, kabar itu masih aku simpan dalam hati. Aku melewati semester I dengan biasa saja dengan hasil yang cukup memuaskan bagiku dan orangtuaku. Ternyata, orang yang selama ini aku perjuangkan untuk dibantu oleh ayahku adalah sainganku. Ketika hasil belajar selama semester I telah dibagikan, aku yang berada pada perigkat 2 di bawah temanku Alfian disusul Ricky sebagai peringkat 3 di kelasku. Wow, 3 peringkat teratas yang biasanya didominasi oleh siswi kini menjadi milik kami para siswa. Hasilku ternyata juga disaingi oleh adikku, ia mendapatkan peringkat 4 di kelasnya. Dengan bangga, kami pulang membawa harapan sekaligus jawaban atas janji yang aku ucapkan kepada ayah sebelumnya. Ayah bangga kepada kami, ayah juga bangga atas pencapaian Ricky. “Kalaupun kamu tidak bisa meningkatkan prestasi belajarmu, setidaknya kamu bisa mempertahankanya”. kata-kata ayah itu tetap aku ingat dan menjadi semangat untukku.
Pelajaran baru menunggu di depan. Aku sadar, semakin tinggi tingkatan seorang siswa maka semakin tinggi pula tingkat kesulitan yang akan dihadapi. Tapi hal itu tidak membuatku takut, semangatku untuk bisa membuktikan bahwa aku pantas menjadi yang terbaik di kelas adalah pengusir rasa takut. Hari baru datang, persaingan kembali dimulai. Hari itu juga, aku dan Ricky mengadakan perjanjian sederhana antara aku dan dia. Dia bejanji akan mengalahkan prestasiku pada semester berikutnya. Aku hanya menanggapinya dengan senyum sedikit meremehkan tapi sejujurnya aku sedikit khawatir akan janjinya itu. Setahuku, Ricky adalah anak yang pantas diwaspadai karena kecerdasan otaknya diimbangi dengan semangat yang membara. Walaupun aku dan Ricky duduk bersebelahan, ketika ujian atau latihan diberikan oleh guru kami tidak pernah bekerjasama. Justru disanalah ajang untuk membuktikan siapa yang memang sepantasnya menjadi yang terbaik di kelas. Senin, selasa, rabu, kamis, jumat, sabtu, dan minggu terus seperti itu. Hari-hari itu menghadirkan perbedaan momentum dalam setiap pergantiannya. Dan pergantian hari-hari itu membawa kami pada ujian semester II. Hari dimana telah tiba saatnya membuktikan setiap perkataan akan pencapaian prestasi terbaik. Aku da Ricky yang awalnya duduk berdampingan kini terpisah karena masing-masing duduk sendiri-sendiri. Itu tidak masalah buatku dan aku yakin Ricky pun begitu.
Akhirnya, setelah ujian semester II berakhir dan pembagian nilai sebagai hasil ujian dibagikan. Tidak ada perubahan pada 3 peringkat teratas di kelasku. Alfian masih tetap yang terbaik, disusul olehku dan Ricky. Peningkatan terjadi pada kelas adikku dimana adikku yang semula peringkat 4 menjadi peringkat 2 di kelasnya. Peringkat yang sama denganku sekaligus membuatku seakan tanpa perubahan selama menjalani semester II. Tapi itu sama sekali tidak kami dan orangtuaku permasalahkan.
Kini kami duduk di bangku kelas 2 SMP. Aku pisah kelas dengan Ricky namun satu kelas dengan adikku. meskipun pisah kelas, persaingan tetap kami lakukan. Hasilnya selalu berdekatan sampai kelas 3 dan ujian nasional tiba. Sebulan sebelum ujian nasional tiba, keluargaku mendapat musibah. Ayahku diharuskan operasi karena terdapat cairan pada paru-paru yang mengganggu pernafasannya. Hal itu tentu membuat fikiranku tidak lagi fokus hanya pada ujian nasional saja melainkan juga pada keadaan ayahku walau ibu terus menyuruh kami untuk tetap fokus pada ujian nasional yang datangnya sebentar lagi. Aku, adikku dan Ricky akhirnya harus belajar di sebuah rumah sakit umum (RSU) guna menghadapi ujian nasional. Airmata tidak jarang membasahi pipi kami, putus asa sepertinya menghantui datangnya masa depan kami. Bahkan kami sempat berfikir bahwa takkan ada tingkat pendidikan yang lebih tinggi buat kami. Saat ujian nasional tiba, aku, adikku dan Ricky menyelesaikannya dengan lumayan baik. Tidak ada lagi persaingan, tidak ada lagi prestasi maksimal, dan tidak ada lagi siswa dengan peringkat 3 besar. Aku, adikku dan Ricky lulus SMP tanpa mencatatkan nama pada 10 siswa dengan prestasi terbaik di sekolah kami. Saat itu, kesembuhan ayah adalah satu-satunya hal terpenting. Namun sayang, kenyataan berkata lain. Perjuangan kami menjadi siswa dengan prestasi terbaik menempuh batas akhir yaitu SMP. Harapan untuk melanjutkan sekolah ke tingkat SMA harus terkubur seiring dengan dikuburkanya ayahku tercinta.
Aku, adikku dan Ricky tidak menyesali apa yang terjadi. Kami sadar bahwa ilmu pengetahuan itu tidak harus didapatkan di bangku sekolah saja. Kami bisa mendapatkan ilmu pengetahuan dimana saja selagi semangat kami terus berkobar. Buktinya, Ricky kini telah menjadi tenaga pengajar di sebuah sekolah dasar di kotaku, adikku telah berhasil menjadi penerus usaha ayahku sebagai penjahit pakaian dan aku menjadi humas di sebuah yayasan yang bergerak dalam bidang pemberdayaan masyarakat.

nama  : Amelia Rizka Pratiwi
Npm  : 13211407 (3ea14)

Kamis, 01 Mei 2014

RESENSI PERAHU KERTAS MOVIE


Perahu Kertas  adalah film drama Indonesia yang dirilis pada 16 Agustus2012. Film ini disutradarai oleh Hanung Bramantyo. Film ini dibintangi olehMaudy Ayunda dan Adipati Dolken.
Film ini diangkat dari novel berjudul Perahu Kertas karangan Dewi Lestari.
film ini ber durasi        : 112 menit.
produser                      : chand parwez servia dan putut widjanarko
narator                         : maudy ayunda
distributor                   :  Kharisma StarVision Plus , Bentang Picture , Dapur Film
Perusahaan produksi   : ProduStarVision
pemeran :
·         Maudy Ayunda - Kugy
·         Adipati Dolken - Keenan
·         Reza Rahadian - Remi
·         Elyzia Mulachela - Luhde
·         Kimberly Ryder - Wanda
·         Sylvia Fully R - Noni
·         Fauzan Smith - Eko
·         Tio Pakusadewo - Pak Wayan
·         Ben Kasyafani - Karel
·         Rizky Julio - Adik Keenan
·         Dion Wiyoko - Ojos (Joshua)
·         Ira Wibowo - Ibu Keenan
·         August Melaz - Ayah Keenan
·         Titi DJ - Ibu Kugy
·         Avesina Soebli - Ayah Keenan
·         Pierre Gruno - Ayah Wanda
·         Dewi "Dee" Lestari - Teman Ayah Wanda
·         Marsha Natika - Amie
·         Hayria Faturrahman - Kakak Kedua Kugy
·         Sharena Rizki - Seketaris Remi

dalam film ini  sound track perahu kertas adalah sebuah album musik kompilasi yang dirilis pada tahun 2012. Lagu utamanya di album ini ialah Perahu Kertas dari Maudy Ayunda.

FILM ini berkisah tentang pasang surut hubungan dua anak manusia, Kugy dan Keenan. Setamat SMA keduanya meneruskan kuliah di Bandung. Kugy yang bercita-cita menjadi penulis dongeng mengambil jurusan di Fakultas Sastra. Dia mempunyai kebiasaaan unik yaitu senang membuat perahu kertas yang kemudian dilarungkannya di sungai. Sementara Keenan yang merupakan pelukis muda berbakat terpaksa harus mengikuti keinginan sang ayah, mengambil jurusan ekonomi.

Keenan, Kugy, Noni yang merupakan sahabat Kugy, dan sepupu Keenan yang bernama Eko menjadi geng kompak. Dari rasa saling mengagumi, Kugy dan Keenan ternyata diam-diam saling jatuh cinta. Tapi berbagai hal menghalangi mereka. Tak hanya itu, persahabatan Kugy dan Noni pecah ketika Kugy, demi menjaga hatinya, tak datang pada pesta ulang tahun Noni yang diadakan di rumah Wanda.

Di bagian lain, dalam suasana hati yang gundah Keenan pergi ke rumah Pak Wayan, seorang pelukis teman lama Lena, sekaligus mentor Keenan melukis. Beruntung Luhde, keponakan Pak Wayan, berhasil mengembalikan semangat Keenan. Sementara Kugy yang ingin cepat meninggalkan Bandung dan lingkungan lamanya berjuang untuk lulus cepat.

Setelah lulus sidang, kakak Kugy yang bernama Karel membantu agar Kugy magang di biro iklan milik Remi temannya. Prestasi kerja Kugy yang cemerlang ternyata menarik perhatian Remi...

Pada akhirnya kugy dan keenan bertemu kembali  pada saat pernikahan teman mereka ( noni dan eko) . begitu rindunya mereka dan semua berlanjut di FILM perahu kertas 2 .


Kelebihan film ini  :
film ini menyuguhkan cinematografi yang enak untuk dinikmati. scene pembuka Kugy dan laut; scene pemandangan di mana Sakola Alit didirikan; scene Keenan berada di Bali; scene Kugy dan Remy. itu semua terlihat sangat indah dan manis. saya sendiri sempat berdecak kagum, dan untuk hal ini saya sangat salut dengan siapa saja yang berada di belakang kamera dan teknisi dan sebagainya.

Kekurangan film ini :
menurut saya karakter dalam kugy dan keenan kurang lebih mendalami lagi butuh belajar lebih banyak lagi . kedua nya terlihat memaksakan karena film ini seharusnya bisa lebih bagus dari apa yang sudah saya tonton .

nama : Amelia rizka pratiwi
kelas : 3ea14

npm : 13211407